Selasa, 07 Juli 2009

Ide Awal Community Library


Saat masih kecil, saya tidak pernah mengenal buku bacaan. Rumah saya yang di desa, tidak ada akses perpustakaan membuat saya dan anak-anak seumur saya miskin akan pengetahuan. Buku pelajaranpun juga tidak mudah didapat seperti sekarang. Saya ingat betul saya mulai baca buku cerita ketika di sekolah SD Darussalam tempat saya belajar membuka perpustakaan, yang hanya terbuat dari almari triplek. Buku-buku cerita tentang pahlawan menjadi bacaan yang menyenangkan.

Tempat tinggal saya yang dilingkungan Pondok Pesantren Darussalam memberikan sedikit angina segar pada hobi membaca saya, karena di pesantren tersebut tersedia perpustakaan. Tapi tidak semua anak seusia saya bisa mengakses perpustakaan ini, sebab letaknya yang di dalam asrama santri dan juga bacaan bukunya yang mayoritas untuk siswa umur SLTP dan SLTA. Tapi karena orang tua saya termasuk salah satu pengurus di pesantren, jadi saya mendapat akses ke perpustakaan al-Irfan. Saya tidak ingat kelas berapa saat itu ketika saya meminjam novel besar Dian Tak Pernah Kunjung Padam dan Siti Nur Baya.

Ketebatasan bacaan tersebut menjadikan saya ‘balas dendam’ ketika memiliki anak. Sejak anak saya masih dalam kandungan saya sudah membiasakan untuk membaca buku. Buku-buku tersebut saya beri nama label dengan impian nantinya bisa berbagi dengan orang lain. Dari situ impian untuk membuat perpustakaan pribadi mulai muncul dan terus saya pupuk semangatnya dalam hati.

Sebenarnya secara tidak resmi system perpustakaan sudah saya jalankan sejak saya pulang ke Banyuwangi setelah menyelesaikan pendidikan Strata satu di Jogjakarta. Rumah saya sering kali menjadi tempat tujuan bagi mahasiswa-mahasiswi STAIDA (Sekolah Tinggi Agama Islam Darussalam).

Keinginan untuk membuat perpustakaan untuk masyarakat semakin tak terbendung ketika saya melanjutkan kuliah di University of Hawaii at Manoa. Suatu Hari tepatnya tahun 2008 pertengahan, saya mengirimkan email ke beberapa milis yang saya ikuti termasuk ke milis recycling Honolulu. Memang bila niatan baik pasti akan dimudahkan jalannya oleh Tuhan. Jarak sepuluh menit saya memposting email saya, sudah ada email balasan. Salah satu email tersebut dari Kak Rohayati Paseng, Librarian di Univ of Hawaii. Beliau langsung menawarkan beberapa buku. Tidak begitu lama seorang ibu yang belum pernah saya kenal sebelumnya juga mengantarkan buku-buku bekas anaknya ke dormitory saya. Alhamdulillah.

Permasalahan datang ketika harus membawa buku-buku sumbangan tersebut pulang ke Indonesia, karena terbentur dengan limit bagasi di pesawat. Sebenarnya banyak orang yang masih berkeinginan untuk menyumbang buku, tapi dengan terpaksa saya menolaknya dan memberi alternative untuk menyumbangkan uang. Pertimbangan saya simple saja, kalau uang lebih mudah di bawa dan saya sendiri bisa membelanjakan bukunya di Indonesia yang notabene harga buku lebih murah. Bayangkan uang $ 10 yang di US hanya akan mendapat two cups of coffee di Indonesia bisa mendapatkan sepuluh buku bekas dengan kualitas yang masih sangat bagus. Alhamdulillah beberapa orang terketuk hatinya dan menyumbangkan uang. Terkumpul uang hasil sumbangan sebesar $ 145. Uang-uang tersebut kemudian saya belanjakan majalan-majalan untuk ibu-ibu dan buku-buku cerita anak-anak.

Alasan saya membidik perpustakaan komunitas, karena selama ini perpustakaan yang ada hanya focus ke santri/siswa, sedangkan ibu-ibu tidak terwadahi. Disamping itu saya ingin merubah "gossipy" activities ke membaca. Saya percaya bila seorang Ibu banyak membaca, mereka akan lebih cerdas pula dalam mendidik anak-anaknya.